By: Drh.Ismail, M.P
I. Pendahuluan
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rabies dari famili rhabdoviridae. Penyakit ini menular melalui gigitan anjing dan bersifat zoonosis (menyerang manusia). Di tinjau dari segi ekonomi peternakan dampak rabies sangat kecil akan tetapi dilihat dari sisi kesehatan masyarakat keberadaan anjing liar sebagai hewan penular rabies (HPR) sangat meresahkan karena jika penyakit rabies menyerang manusia dan tak sempat ditolong maka akan berakhir dengan kematian yang mengenaskan.
Wabah rabies di Bima muncul kemungkinan tertular HPR dari kabupaten Dompu yang sudah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) rabies 21 Januari 2019 setelah menewaskan 2 orang dengan gigitan HPR sebanyak 192 kasus. Sebulan kemudian 24 Pebruari 2019 dilaporkan gigitan HPR bertambah menjadi 735 kasus dan 6 orang mati. Banyaknya kasus gigitan dan populasi meyebabkan terjadi migrasi HPR ke desa tetangga di Kecamatan Madapangga dan Sanggar serta menginfeksi HPR baru yang belum tertular.
Mulai maraknya kasus gigitan HPR di Sanggar dan Madapangga telah terdeteksi sejak awal 2019. Tepatnya sampai 2 Maret 2019 terjadi 42 kasus gigitan HPR (anjing). Sampel otak yang diobservasi Bbvet Denpasar melaporkan 4 positif rabies yaitu 3 dari Sanggar dan 1 dari Madapangga. Sejak itu Kabupaten Bima terhitung sebagai daerah tertular rabies setelah beberapa dekade bebas.
Wabah rabies di Bima menimbulkan kepanikan para pihak terkait. Bukan hanya perlengkapan alat dan bahan yang diperlukan belum tersedia tetapi dana tidak tersedia dianggaran kegiatan tahunan (RAT) yang menjadi rujukan, sehingga penanganannya terlambat. Disisi lain kasus gigitan dari hari-kehari meningkat dan daerah penyebaran meluas. Berdasarkan konfirmasi laboratorium Bbvet Denpasar dari sampel yang dikirim dilaporkan terdapat 6 kecamatan dinyatakan positip rabies dalam rentang kejadian hanya kurang dari satu tahun.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik virus rabies, gejala klinis, pathogenesa virus, dan kasus gigitan di kabupaten Bima serta pemberantasan dan pencegahannya.
II. Hasil Penelitian
a. Metode penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei. Data awal mula kasus rabies di pulau Sumbawa diketahui dari laporan media atas kejadian di Dompu dan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) rabies tanggal 21 Januari 2019. Kemudian data laporan subdin kesehatan hewan dan kesmavet Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan sampai tanggal 30 November 2019.
b. Hasil survei penulis sebagai berikut:
1. Jumlah gigitan hewan penular (anjing) pada manusia: 451
2. Manusia yang di VAR (vaksin anti rabies) : 427
3. Manusia yang di suntik SAR ( serum anti rabies) : 24
4. Anjing yang menggigit: 402 (1 anjing menggiit lebih 1 orang)
5. Sampel otak yang dianalisa 76 ( positif rabies 33, negative 41 dan belum diperiksa 2).
6. Kasus rabies pada manusia (Lyssa): belum ada (laporan)
III. Pembahasan
Wabah adalah kejadian penyakit luar biasa yang dapat berupa timbulnya suatu penyakit hewan menular baru di suatu wilayah atau kenaikan kasus penyakit hewan menular mendadak yang dikategorikan sebagai bencana non alam. Wabah rabies di kabupaten Bima yang sebelumnya belum dikenal kemungkinan dipicu kasus rabies di daerah perbatasan dan menyebar ke desa-desa di Kecamatan Madapangga dan sekitanya. Sampai tulisan ini dilakukan gigitan HPR sudah sampai di Desa Sari Kec. Sape.
A. Karakteristik virus rabies
Virus penyebab penyakit anjing gila atau Lyssa, atau Tollwut tergolong RNA virus dari genus Lyssavirus famili Rhabdoviridae. Virus berbentuk peluru dengan salah satu ujung datar,ukuran berkisar 170-180 nm x 65-75 nm dengan berat molekul 3,5 - 4,6 x 106 Dalton. Virus rabies menyerang susunan syaraf pusat (otak) hewan dan manusia atau Central Nervous System (CNS) dengan merambat atau menjalar dari susunan syaraf perifer (syaraf pada tempat luka gigitan) menuju otak dengan kecepatan 3 mm/jam. Virus rusak atau inaktif bila terkena alcohol 70%, iodium tincture, sinar matahari, sinar ultraviolet, pemanasan 1 jam selama 50 menit, dan sangat peka terhadap sabun, dan desinfektan.
B. Hewan peka virus rabies
Semua mamalia peka terhadap infeksi virus rabies. Tetapi terdapat urutan kepekaan yaitu yang paling peka adalah jenis anjing (anjing peliharaan, anjing liar, rubah, dan serigala. Urutan kepekaan sedang adalah sigung, raccoon, dan kelelawar vampire. Sedangkan yang kurang peka adalah tupai. Virus rabies berada didalam air liur hewan penderita (anjing) antara 1-13 hari sebelum menunjukkan gejala klinis.
C. Gejala klinis rabies
Masa inkubasi virus rabies pada hewan (anjing) berkisar antara satu bulan sampai lebih satu tahun dari semenjak virus masuk melalui luka gigitan. Umumnya satu bulan tergantung jauh dekat virus dari susunan syaraf pusat, jumlah virus yang masuk, luas dan beratnya luka gigitan, persyarafan dekat luka, dan system kekebalan tubuh. Gejala pada anjing dapat dikategorikan dalam tiga bentuk yaitu: fase prodromal berupa demam dan perubahan perilaku, fase eksitasi berupa kegelisahan, respon berlebihan terhadap suara atau cahaya dan cederung menggigit. Fase selanjutnya: paralitik ditandai kejang-kejang,dysphagia,hydrophobia, hypersalivasi,kelumpuhan otot pernapasan diakhiri dengan kematian antara 7 sampai 10 hari setelah timbulnya gejala.
Beberapa pakar mengatakan gejala rabies hanya dua bentuk yaitu rabies dumb (kelu,bodoh) dan furious rabies (sangat marah /ganas). Pada rabies dumb ada gangguan menelan, bersembunyi dan jarang menggigit, selanjutnya setelah empat hari akan terjadi paralisa progresif yang ditandai dengan kematian. Pada furious rabies terlihat gejala: nafsu makan kurang, gelisah, bersembunyi,ekor dilengkungkan diantara dua paha, sensitive dan agresif, menyerang/menggigit benda yang ada disekitarnya,tidak menuruti perintah majikan, kejang-kejang, hydrophobia,hypersalivasi,paralisa dan mati.
D. Pathogenesa virus rabies
Virus rabies selama dua minggu tetap berada pada tempat masuk melalui luka gigitan. Replikasi virus (memperbanyak diri) terjadi pada jaringan otot bergaris atau jaringan subephitel dan akan berlangsung terus hingga kosentrasi virus maksimal yang berakhir sampai ujung syaraf yang sensitive yaitu neuron. Virus rabies yang banyak tersebut mengikatkan dirinya pada reseptor acethylcholin esterase pada sel neuron sampai pada axon. Pada fase berikutnya terjadi perpindahan infeksi pasif asam inti (RNA) virus secara sentripetal di dalam axon menuju otak (Central Nervus System = CNS).
Daerah pertama yang dicapai pada perpindahan ini adalah sum-sum tulang dan virus segera melakukan replikasi. Setelah memperbanyak diri dalam jumlah banyak pada sel syaraf maka terjadi kerusakan sel syaraf terutama sistim syaraf perifer. Perubahan perilaku host terjadi pada fase ini karena kemungkinan terjadi kerusakan sel syaraf/cortek yang mengatur perilaku. Hal ini yang dikatakan sebagai ciri khas/spesifik dari infeksi virus rabies. Pada CNS terjadi juga infeksi virus rabies sehingga kemungkinan dapat terjadi depresi, coma, bahkan kematian.
Daerah pertama yang dicapai pada perpindahan ini adalah sum-sum tulang dan virus segera melakukan replikasi. Setelah memperbanyak diri dalam jumlah banyak pada sel syaraf maka terjadi kerusakan sel syaraf terutama sistim syaraf perifer. Perubahan perilaku host terjadi pada fase ini karena kemungkinan terjadi kerusakan sel syaraf/cortek yang mengatur perilaku. Hal ini yang dikatakan sebagai ciri khas/spesifik dari infeksi virus rabies. Pada CNS terjadi juga infeksi virus rabies sehingga kemungkinan dapat terjadi depresi, coma, bahkan kematian.
E. Kasus gigitan anjing di Kabupaten Bima
Pengamatan pakar rabies mengatakan bahwa infeksi virus rabies ke manusia 90% ditularkan melalui gigitan anjing. Akan tetapi kasus gigitan hewan penular rabies di kabupaten Bima 100% melalui anjing (anjing peliharaan dan atau anjing liar). Dari 451 Kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR), semua kasus melalui gigitan anjing yang mereka kenal di dekat rumah maupun yang tidak dikenal. Jumlah anjing yang menggigit sebanyak 402 ekor. Dari 402 ekor yang menggigit hanya sebagian kecil bisa diobservasi, sebagaian besar lepas liar, sebagian lagi dibunuh dan tak diambil sampelnya, dan hanya 76 sampel HPR diambil untuk diobservasi di Laboratorium Bbvet Denpasar Bali. Dari 76 sampel otak 33 positif rabies, 41 negative rabies, belum diperiksa 3 sampel. Sejumlah 33 sampel positif menyebar di 6 kecamatan yaitu Sanggar, Madapangga, Bolo, Donggo, Soromandi, dan Wawo.
Kasus gigitan terakhir terjadi di Desa Sari Kecamatan Sape yaitu Dusun Jorato yang berbatasan dengan Wawo tanggal 2 Desember 2019 terhadap 2 orang oleh anjing yang sama. Korban atas nama: Hamzah Ahmad umur 61 tahun,luka gigitan di ke dua tangan dan wajah dan Parman luka di perut. Pada tanggal yang sama terjadi gigitan di Kampung desa Sari Rt 12 atas nama Maesarah umur 40 tahun oleh anjing lain. Pada tanggal 4 Desember 2019 terjadi kasus gigitan lagi di Jorato atas nama Marjan H. Mamzah umur 51 tahun luka gigitan di kedua tangan. Semua anjing yang menggigit di Sari telah dibunuh pada hari kejadian dan tidak diambil sampelnya.
Kasus gigitan terakhir terjadi di Desa Sari Kecamatan Sape yaitu Dusun Jorato yang berbatasan dengan Wawo tanggal 2 Desember 2019 terhadap 2 orang oleh anjing yang sama. Korban atas nama: Hamzah Ahmad umur 61 tahun,luka gigitan di ke dua tangan dan wajah dan Parman luka di perut. Pada tanggal yang sama terjadi gigitan di Kampung desa Sari Rt 12 atas nama Maesarah umur 40 tahun oleh anjing lain. Pada tanggal 4 Desember 2019 terjadi kasus gigitan lagi di Jorato atas nama Marjan H. Mamzah umur 51 tahun luka gigitan di kedua tangan. Semua anjing yang menggigit di Sari telah dibunuh pada hari kejadian dan tidak diambil sampelnya.
III. Pemberantasan dan Pencegahan
Rabies ibarat “Pembunuh berdarah dingin”. Kasus terdeteksi pada hilirnya saja yaitu kematian pada manusia sedangkan pada hulunya yaitu HPR tak terdeksi atau terlupakan atau dianggap kejadian biasa saja. Peristiwa inilah kemungkinan awal mula kasus rabies di Dompu seperti terjadi tanggal 4 Desember 2018 di desa Kempo pada seorang anak yang diduga digigit HPR (anjing)?.
Anjing sebagai satu-satunya HPR potensial penular rabies di Bima tidak sulit untuk diberantas (eliminasi) asal mengerti caranya. Dinas peternakan dan kesehatan hewan (dulu dinas Peternakan) yang bertanggungjawab di hulu (HPR),pernah berhasil melakukan eliminasi anjing liar dengan sukses pada era 2005 sampai 2007 ketika anjing belum dijuluki HPR tetapi dijuluki sebagai hama pembunuh sekaligus pemakan kambing dan anak sapi.
Pada masa itu lebih dari 60% populasi anjing liar tereliminasi dengan menggunakan strychnine. WHO menganjurkan pemberantasan rabies dengan menggunakan pola 70% vaksinasi dan 30% eliminasi. Direktorat Bina Keswan (2001b) menganjurkan sedikitnya 7 poin yaitu: Lokasi (kegiatan), populasi (HPR), Vaksinasi, Eliminasi, Sosialisasi, Waktu, dan Organisasi (SKPD). Penulis dengan melihat kondisi dan kultur masyarakat mengusulkan pola pemberantasan rabies menjadi 2 poin saja yaitu poin 1 atau 2 dan poin 3. Adapun cara-cara tersebut yaitu:
Pada masa itu lebih dari 60% populasi anjing liar tereliminasi dengan menggunakan strychnine. WHO menganjurkan pemberantasan rabies dengan menggunakan pola 70% vaksinasi dan 30% eliminasi. Direktorat Bina Keswan (2001b) menganjurkan sedikitnya 7 poin yaitu: Lokasi (kegiatan), populasi (HPR), Vaksinasi, Eliminasi, Sosialisasi, Waktu, dan Organisasi (SKPD). Penulis dengan melihat kondisi dan kultur masyarakat mengusulkan pola pemberantasan rabies menjadi 2 poin saja yaitu poin 1 atau 2 dan poin 3. Adapun cara-cara tersebut yaitu:
1. Daerah yang berbatasan langsung dengan daerah kasus(belum terjadi kasus) seperti desa-desa di kecamatan Madapangga dan Sanggar, terhadap HPR (anjing liar/ anjing tidak diikat) yang ada di desa tersebut dieliminasi semua tak tersisa. Dan anak-anak atau orang yang berpotensi digigit HPR yang migrasi dari daerah kasus disuntik VAR (vaksin anti rabies) 1 dosis. Ini dilakukan untuk menjaga jika anak-anak/orang tidak sempat melapor atau lupa melapor ketika digigt HPR (anjing gila) di ladang atau di halaman rumah atau ditempat-tempat yang jauh yang memungkinkan tidak bisa melapor.
2. Target 70% HPR (anjing) harus mendapat pengebalan (antibodi rabies). Oleh karena itu cara pemberian, dosis, dan penanganan vaksin rabies harus tepat dan benar. Selain itu pencatatan kegiatan vaksinasi harus benar bukan data abal-abal atau bohong. Jika jumlah populasi sebenarnya melebihi dari prediksi populasi maka target cakupan vaksinasi tidak tecapai. Akibat dua kesalahan administrasi ini (data vaksinasi dan populasi) memunculkan asumsi mengapa kasus rabies di Sanggar atau Madapangga bisa menular ke Bolo, Donggo, Soromandi atau daerah lainnya
3. Menjaga lalulintas HPR (anjing) dengan ketat. Ada dua poin utama yaitu: HPR dari pulau/kecamatan/desa yang berstatus wabah tidak boleh masuk ke pulau/kecamatan/desa yang berstatus bebas. Begitu juga HPR dari pulau/kecamatan/desa bebas atau endemis tidak boleh masuk ke daerah wabah kecuali ada kartu vaksinasi dari dokter hewan atau petugas berwenang. Tetapi kenapa pulau Sumbawa tahun 2018 bebas rabies bisa tertular? Apakah ada HPR yang pindah dari pulau Bali (KLB 2008) atau Nusa Tenggara Timur (NTT) atau Makassar? Untuk menjawab pertanyaan tersebut yang perlu dilakukan adalah: Mengirim isolate virus rabies Dompu (KLB 2019) ke Universitas atau Lembaga yang memililki laboratorium Biologimolekuler untuk mengetahui struktur gennya. Sebagian besar isolat-isolat virus seperti: Isolat Flores, isolat Bali, isolat Makassar dan lain-lain telah diketahui struk gennya dan telah di catat di gen Bank. Makin dekat jarak genetik dengan salah satu isolat tersebut maka dari daerah itu rabies berasal.
IV. Kesimpulan dan Saran
- Rabies(penyakit anjing gila) adalah penyakit menular mematikan yang disebabkan oleh virus rabies melalui gigitan, jilatan atau cakaran HPR (anjing) dan bersifat zoonosisI
- nfeksi virus rabies 33 positif dari 76 sampel otak yang dikirim ke Bbvet Denpasar dengan 402 kasus gigitan anjing penular rabies M
- unculnya rabies kemungkinan dari daerah kasus di DompuP
- encatan kegiatan vaksinasi dan populasi yang benar dengan cakupan vaksinasi 70% dapat meghentikan penyebaran rabies J
- angan memindahkan anjing dari daerah tertular seperti Sanggar, Madapangga, Bolo, Donggo, Soromandi, dan Wawo ke daerah bebas jika belum ada keterangan vaksinasi dari dokter hewan berwenang atau petugas yang ditunjuk.
- Eliminasi anjing liar lebih diutamakan di Kabupaten Bima.
V. Daftar Pustaka
1. Sarosa, A., R.M.A. Adjiid, T. Syafriati dan Yuningsih. 2005. Penyakit Rabies di Indonesia dan Pengembangan Teknik Diagnosisnya. Wartazoa Vol.15 No.4 thn. 2005
2. Kunadi Tanzil, 2014. Penyakit Rabies dan Penatalaksanaanya. E-Journal Widya Kesehatan Dan lingkungan, Vol.1No.1 Mei 2014
3. Asih Rahayu, 2009. Rabies. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
4. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bima 2019. Laporan kasus Rabies di kabupaten Bima NTB
5. https://kahaba.net/berita-dompu/60915/bantah isu-anjing-gila-kempo dipastikan bebas gejala rabies.
6. http://www.matitinews.com/blog/korban-gigitan-anjing-gila-mencapai 192 orang-kempo-paling- banyak/html
7. Presiden Republik Indonesia. 2014. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
*) Medik Veteriner Madya, bekerja di dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Bima